Seperti kitab tebal yang kau buka, aku terselip didalamnya..
Di antara kata dan kalimat, kabur tak terbaca..

Senin, 11 April 2011

KITA PERNAH...


Kita pernah dekat
Meski kini tak sedekat dulu lagi
Kita pernah bersama
Meski kini ada jarak yang memisahkan
Kita pernah tertawa di sini
Meski kini kau telah tertawa di sana
Kita pernah terluka
Dan kita pernah saling menguatkan

Kita pernah berjalan bersama
Meski kini kita telah berlari masing-masing
Kita pernah punya cerita
Meski kini cerita kita sudah berbeda

Kita pernah hidup di tempat yang sama
Meski kini aku telah di sini dan kau ada di sana
Kita pernah bermimpi bersama
Meski kini jalan kita tak lagi sama
Kita pernah bermain
Meski kini kau sibuk bergulat dengan deret angkamu
Dan aku terlena dengan tumpukan hafalanku
Kita pernah bernyanyi
Meski kini aku telah sibuk dengan tuts pianoku
Dan kau sibuk dengan dawai gitarmu

Kita pernah ingat
Meski kini, aku pura-pura lupa dan kau pun demikian
Kita pernah melakukan segalanya
Dan kita pernah melupakan segalanya
Namun kita tidak akan pernah mengatakan bahwa kita “pernah bersahabat”
Karena kemarin, kini, esok, ataupun hari setelah esok,
semuanya akan tetap sama....


for: my bestbestbest freinds..^_^

Minggu, 10 April 2011

FISIKA

Pagi ini,
setumpuk rumus menyapu otak
Deretan angka-angka
Menyilaukan mata       
Dan grafik-grafik memusingkan kepala
                                     Di bangku kedua, baris kedua
                                     Dan deretan kedua
                                     Aku duduk melipat tangan
                                     Memandang papan putih
                                     Dengan hiasan hitam yang tak kupahami
Mata menyayup
Mulut menguap
Entah mengapa, pikiran tertutup
Hingga kantuk pun meronggot tubuh
                                     Bingung...bingung...bingung..
                                     Mata tertutup sempurna
                                     Mimpi menghilangkan cita
                                     Dalam harap yang terpatri


Ruang fisika, 14/11/2007


Sabtu, 19 Maret 2011

Menjadi Manusia

Tidak ada yang bisa membantah bahwa setiap orang punya cara sendiri menikmati tiap detik hidupnya. Merencanakan hal-hal yang diluar kuasanya, merasakan kepedihan setiap kali realitas mulai menertawakannya. Menikmati kehebatan inderanya, kepekaan bakatnya, bahwa ia penting dan berarti. Hampir saja aku melupakan bagaimana hal-hal seperti itu terjadi. Menikmati cahaya lilin yang aku pegangi, tapi hampir-hampir tidak tahu artinya bahagia dan puas. Lupa untuk menjadi manusia yang hidup tidak hanya dari kata makan, tidur dan bernafas. Sebenarnya mataku terbuka, tetapi bukan ku pakai untuk mengamati tetapi mengawasi. Tangan ku masih kuat tetapi terlalu cepat ku kepalkan. Aku tidak menikmatinya, benar-benar berujung pada kondisi semu dan tidak seru. Apakah itu berarti menghapus ego sudah cukup? Membiarkan detik mengganti wajahnya kemarin dengan rasa penuh hasrat akan makna menghargai kenangan? Bukan malah melewatkannya dengan alasan yang terlalu ilmiah? Saat kita menyaksikan pertunjukkan music bersama di antara bangku penonton, ketika kalian memilih duduk di bangku depan dan merasa menjadi bagian darinya. Mengamati tiap –tiap adegan dan sesekali mengikuti ekspresi pemain pertunjukkan. Sedang di waktu yang sama, aku berada di bangku terakhir di sudut kiri dan mengetahui alur cerita tapi sulit menggambarkannya sedetail mungkin. Karena aku sama sekali buta untuk mampu mengukur seberapa lebar senyuman sang ayah dalam cerita pertunjukkan tersebut atau seberapa banyak kostum yang digunakan tokoh utamanya kemarin. Lalu seperti mukjizat, aku menemukan pesan itu tadi siang. Belum waktunya untuk menyesali -katanya, ada waktu saat ini yang menanti untuk ditemui. Aku mendengarkan- sekali mengerti , maka aku harus berhenti dan menjejaki kaki. Karena sampai besog pagi, lilin itu harus tetap menerangi tapi aku tidak layak untuk terus menutup diri hanya karena- suara hati, tanpa melalui dan memasuki garis itu sendiri. Aku harus mampu jika tidak ingin melewatkan nikmat menjadi manusia. Setuju! Tak perlu menjadi pemain dalam pertunjukkan untuk bisa merasakan terangnya lampu sorot, atau sekedar mendengar riuh dan decak kagum penonton. Tidak perlu! akhirnya aku percaya itu. Kini,

sumber:

Senin, 21 Februari 2011

C.I.N.T.A itu bernama M.A.M.A

             Kau pasti sepakat denganku, jika ku bilang bahwa mama adalah seseorang yang akan selalu kau cintai melebihi siapapun di dunia ini, selain Tuhan tentunya.
Yah,itu pendapatku saja. Mungkin karena aku sangat mencintai mama. Tidak bisa kubayangkan bagaimana jadinya aku tanpa mama. Kau pasti tahu rasanya, karena aku yakin bahwa kau pun punya mama, sama sepertiku. Setidaknya, keberadaanmu di dunia ini tentu saja karena wanita itu.
            Memiliki mama adalah sebuah nikmat terbesar yang kusyukuri. Bukan hanya karena dialah yang telah melahirkanku sehingga aku ada di dunia saat ini. Bukan hanya karena dia adalah orang yang berperan besar dalam kehidupanku. Tetapi lebih dari semua itu, aku bersyukur karena keberadaannya. Aku bersyukur pada Tuhan karena dia ada untukku. Aku bersyukur karena aku bisa melihatnya, merasakan cinta dan kasih sayangnya dan aku bersyukur karena dia adalah mamaku.
           Tanpa mama, mana mungkin aku tahu tentang setia. Mama mengajariku tentang apa itu sabar. Tentang bagaimana menjadi kuat bahkan saat terlemah sekalipun. Tanpa mama, bagaimana aku tahu tentang ikhlas. Saat aku gagal dan kecewa, saat aku jatuh dan putus asa, saat aku nyaris menyerah. Mama ada di sana, membantuku tuk bertahan. Tanpa mama, bagaimana aku tahu rasanya menjadi berharga. Saat aku sakit dan menangis, mama lah yang akan selalu setia di sampingku. Mama ada di sana, dan selalu mengkhawatirkanku.
          Mama yang akan selalu tersenyum saat aku pulang ke rumah. Mama yang selalu terlihat tegar dihadapanku, meski aku tahu ia rapuh. Mama yang selalu terlihat kuat, meski aku tahu ia sakit. Mama yang selalu berusaha memenuhi segala hajat dan kebutuhanku, meski aku tahu itu berat. Mama yang memberiku ruang untuk berdiri. Mama yang sudah mengorbankan seluruh hidupnya untukku.
           Mama bukanlah malaikatku. Bukan juga peri pelindungku. Tapi lebih dari itu, mama adalah kekuatanku. Yah..dia adalah cintaku. Dialah mamaku.
           Mencintai mama tentunya tidak seperti mencintai Tuhan. Karena hakikinya, cinta itu berasal dari pemilik hati itu sendiri. Besarnya rasa cinta itu seharusnya tidak sama. Maka tak semestinya cinta kepada mama melebihi cinta kita kepada Tuhan. Karena bagaimana pun, Tuhanlah pemiliknya. Dialah Maha pembolak balik hati. Dan Dialah yang berhak kita cintai, melebihi apa dan siapapun di dunia ini.


Minggu, 13 Februari 2011

HUJAN LAGI



 
Hujan dan dingin
Dan aku merindukanmu
Dan membayangkan saat itu
Saat putih dan kabut menjadi satu

Hujan lagi
Tadi malam dan pagi ini
Dan mungkin besok atau hari setelah besok
Dan aku mengenangmu
Dalam kitab kenanganku

Hujan..
Lagi-lagi hujan turun
Tapi aku takkan marah dan mengeluh pada Tuhan
Sambil menggerutu tak suka
Ataupun mengoceh tak karuan
Karena hujan ada di sini
Bersamaku, bersama rasa ini

Hujan dan angin
Membuatku beku dalam rindu
Dan memikirkanmu lagi
Mengingat kau lagi
wahai kenangan putih abu-abuku

Hujan..hujan..hujan..dan hujan..
Hujan lagi..
Dan aku masih terpaku di sini
Menatap jalan-jalan basah
Dan mencium aroma tanah
Dan memikirkanmu lagi..lagi dan lagi

Hujan..
Hujan lagi..
Lagi-lagi hujan..
Hujan turun lagi..
Dan lagi-lagi aku merindukanmu..

(Januari 2011)
Untuk teman2 putih abu2ku..

Sabtu, 12 Februari 2011

HUJAN


Dan beningmu
Basahi tanah Tuhan
Mengalun dalam syair sore yang merekah
Jatuh perlahan lewat tetes-tetes mungil yang kemilau
Merembes di padang gersang,
Pada daun dan rumput hijau yang liar
Terpelanting di antara kelopak-kelopak merah
Senandungmu keras, menggetirkan jiwa yang gulana
Namun denting irama mu syahdu,
Dalam nikmat yang Kuasa..



Kembali mengingat dia…dia yg telah pergi..


                 Mungkin setahun bukan waktu yg cukup lama bagiku untuk mengenalnya, tapi setahun telah cukup membuatku terasa begitu kehilangan. Yah, hanya setahun..hanya setahun kurasakan kebersamaan itu dengannya. Tak percaya, kalau akan sesingkat ini. 
   Tahukah kau, bagaimana rasanya hari itu? hari dimana aku kehilangan dia untuk selama-lamanya..
Tak usah kujelaskan, karena aku tak ingin mengenang kembali rasa sakit itu..kau akan mengerti, sampai kau merasakannya sendiri dan jika kau sudah merasakannya, maka mungkin aku dan kau sedang merasakan hal yg serupa.
 “Kehilangan”..sungguh, aku merasa betul-betul kehilangan sosok itu..
Dia..dia yg kukenal di hari itu..dia yg senyumannya begitu hangat dan mendamaikan, kini telah tiada..
Dia adalah kakak yg setia membimbingku, guru yg mau meluangkan waktunya untuk mengajar dan menjawab pertanyaan-pertanyaanku, teman yg mau membagi ceritanya, rekan yang setia, dan saudara yang menyenangkan.
           Sulit untuk percaya, bahwa di usianya yg sedini itu, dia telah pergi ke tempat yg begitu jauh..melepaskan mimpi, harapan, dan semangat yang ia punya. 
Terus terang, butuh waktu yg sangat lama untuk berhenti memikirkan itu semua. Karena semakin aku berpikir,maka semakin sulit untuk menemukan jawabannya. Yang kuyakini hingga detik ini bahwa waktu dan takdirlah yang telah membawanya pergi, kembali ke pelukan Tuhan. Aku percaya, bahwa Tuhan telah menyiapkan tempat terbaik untuknya. Tempat istirahat kekal dan tujuan akhir yang abadi. Aku percaya, bahwa kematian adalah kereta terakhir yg mengantar jiwa-jiwa suci ke hadapan Tuhan-Nya. Yang kan membawa siapa saja melihat keabadian itu. Kita hanya perlu bersabar, menunggu giliran itu sampai kepada kita.



Izinkan Aku menangis, Tuhan

Tuhan,bukan aku menangisi kehendak-Mu
Bukan karena aku marah atau kecewa kepada-Mu
Bukan Tuhan, bukan karena itu
            Aku  hanya sedang sedih
            Kau tahu semua itu Tuhan
Lebih dari yang mereka tahu,
Maka dari itu,biarkanlah aku menangis untuknya
Ijinkan aku Tuhan
sebab aku tak sanggup menahan sesak di dadaku
rasa sakit karena kehilangan
kehilangan seseorang,
yang karena-Mu
aku menyayanginya
            Tuhan, kumohon,
            Jangan marah atau benci kepadaku
            Karena aku sedang menangisi kepergiannya
            Yang karena-Mu ia datang, dan oleh-Mu pun dia pergi
Aku hanya sedang sedih Tuhan, sangat sedih
Hingga air matapun bahkan tak sanggup menghapusnya
Bukan Tuhan, bukan karena aku tak mengikhlaskannya
Sebab dia milik-Mu
Dan aku tak berhak atas apapun yang telah KAU tetapkan
            Aku hanya sedang sedih Tuhan
            Biarkanlah aku mengenangnya dalam tangisku
            Karena tak ada yang bisa membuatnya kembali
            Tak satu pun itu
Tuhan, aku tahu semua akan pergi pada waktunya
Bahkan dalam ketidaktahuanku, Kaulah yang mengatahui segalanya
Tidak akan ada satupun yang tahu
Karena rahasia itu hanya milik-Mu
            Jaga ia Tuhan
            Jagalah dia untukku...

Makassar, 7 Oktober 2010
(4 my beloved sista: Dian Zabrinah)


               

Selasa, 08 Februari 2011

Catatan..

-->
Hai kawan! Bagaimana kabar kalian pagi ini, siang, sore, atau malam ini? aku harap kalian baik-baik saja di mana pun kalian berada..
Hmm…saat ini aku sedang teringat saudara2 kita di seberang sana. Yah, sahabat kita di Wasior, Mentawai, dan tentu saja Yokyakarta yang belakangan ini sedang ramai menghiasi layar-layar tv kita.
Kawan, kau tau apa yang membuatku bahagia dan bersyukur hingga sana ini?
Aku bahagia karena Tuhan masih mengizinkanku hidup. Aku bersyukur karena Tuhan masih memberiku tempat tinggal yang layak, tempat tidur yang nyaman, keluarga yang utuh, makanan dan minuman yang cukup, serta segala kebutuhan lainnya yang selalu terpenuhi. Tidak hanya itu, masih banyak nikmat-nikmat lain yang lebih besar dari itu, kawan. Yang jika aku sebutkan, itu pun tidak akan cukup untuk menggambarkan betapa mestinya kita bersyukur kepada Allah.
Kau tahu kawan, bukanlah sebuah tempat tidur yang empuk yang seharusnya menjadikan kita bahagia.  Karena tempat tidur adalah sesuatu yang kita beli, dan pada hakekatnya kebahagiaan itu sendiri tidak bisa kita beli. Lantas apa????
Mungkin itu yang akan kalian tanyakan padaku..Bagiku, bukan tempat tidurnya yang bisa menjadikan kita bahagia, tetapi nikmat tidur nyenyak-lah yang mesti kita syukuri. Aku membayangkan, apakah saudara-saudara kita di sana masih bisa tidur nyenyak di saat ancamana bencana masih membelenggu mereka? Apakah mereka bisa merasakan kenikmatan itu di saat mereka harus kehilangan rumah, harta benda, bahkan sanak saudara?
Mungkin tidak…tidak lagi kawan..
Lantas, pernahkah kita merenung? Pernahkah kita bersyukur karena Tuhan masih memberikan nikmat itu kepada kita? Sedangkan Tuhan telah mencabut nikmat itu untuk mereka?
Bukan tidak mungkin kawan, bahwa Tuhan akan mencabut nikmat itu dari kita. Sedetik, semenit, sejam, sehari, sebulan, atau setahun berikutnya.
Maka, tidak pantaslah kita lupa dan menjadi hamba yang sombong, sehingga mengabaikan semua nikmat itu !!!!


Makassar,
19 November 2010

(baru sempat diposting)..:)