Seperti kitab tebal yang kau buka, aku terselip didalamnya..
Di antara kata dan kalimat, kabur tak terbaca..

Selasa, 23 November 2010

PRESIDEN

Presiden..mungkin itulah kata yang saat ini sedang terbersit di dalam otak saya. bukan sebuah cita-cita, ataupun salah satu dari puluhan mimpi-mimpi yang ingin saya raih. Tepatnya, kata itu hanya menjadi sebuah angan-angan yang sudah menyelinap dalam benak saya beberapa tahun yang lalu. Tidak begitu lama, tapi cukup lama mengisi kepala saya dan membuat saya sering memikirkannya. Angan-angan, bagi saya bukanlah sebuah ambisi. Tercapai atau tidaknya bukanlah hal yang penting, sebab ini hanya bagian kecil dari banyak hal yang menghiasi mimpi saya. Bagi saya, mimpi adalah keinginan. Sesuatu yang mesti diwujudkan. Berhasil atau tidaknya adalah hasil dari sebuah proses yang setidaknya telah membuat saya menjadi sosok yang mau berusaha dan berjuang untuk memperolehnya. Sedangkan angan-angan bagi saya hanya bagian dari mimpi itu, dan bukan perwujudan dari mimpi itu. Mungkin terdengar aneh dan sangat membingungkan, dan saya pun sebenarnya tidak mengerti dengan semua itu.
Presiden, sejatinya adalah seorang pemimpin. Pemimpin hakekatnya adalah seorang pejuang. Berkorban dengan kebijaksanaan, berkorban dengan mengabaikan perasaan tapi bukan berarti tak berperasaan. Pemimpin sering kali dihadapkan pada berbagai pilihan sulit, sering dikacaukan dengan banyak hambatan, dan sering dihantui justru dengan kekuasaannya sendiri. Menjadi pemimpin bukanlah hal yang mudah, apalagi menjadi pemimpin negara. Sebab, memimpin orang lain berarti mampu mengarahkan mereka menjadi lebih baik. Berusaha melakukan yang terbaik untuk kepentingan orang lain dengan mengabaikan kepentingan pribadi. Presiden adalah bagian dari wajah pemimpin. Jabatan dan kekuasaan yang menjadi rebutan banyak orang, yang kadang kala menyakiti mereka sendiri. Menjadi presiden merupakan sebuah konsekuensi besar bagi ia atau mereka yang memperoleh kehormatan tersebut. Seorang presiden tidak hanya harus siap untuk diagung-agungkan, tetapi juga harus siap untuk ditentang dan dicaci. Maka ia atau mereka yang beruntung adalah bagian dari sejarah yang namanya akan tercatat dan dikenang hingga keberadaan negeri ini hilang.

Pangkep, 23 Januari 2010
dina

S.A.M.A

-->
Aku terbangun
Masih sama dengan hari kemarin
Tak ada yang berbeda
Orang-orang yang itu-itu lagi
Sama seperti hari-hari kemarin
Kemarin dulu, kemarinnya kemarin dulu
Kemarin kemarinnya kemarin, kemarin-kemarin yang lalu
                                   Besoknya, dengan matahari yang saama
                                   Aku kembali terbangun
                                   Masih seperti yang kemarinnya kemarin
                                   Suasana yang sama, dengan pemuda-pemuda yang sama
                                   Kakek tua, ibu-ibu, dan anak-anak yang tetap sama
Jalannya masih sama, rumahnya pun sama
Sikap yang sama, dengan sandiwara yang sama
Mereka sibuk berkocah-kacih
Beradu mulut, bahkan saling melempar batu
Suaranya masih seperti itu
Tak pernah lelah untuk mengulang yang itu-itu saja
                                   Besoknya besok,
                                   Hari ini, aku terbangun lagi
                                   Dengan mimpi bahwa hari ini takkan sama dengan yang kemarin
                                   Orang-orang baru, dengan suasana baru
                                   Bukan lagi anak muda yang sok tahu
                                   Atau kakek-kakek yang merasa lebih hebat
                                   Namun nihil
                                   Mimpi tetaplah mimpi
                                   Sama dengan yang lain, akan tetap begitu dan seperti itu...

4/7/2008
00:50:08

BUKAN

-->
Bukan tuk kudekap.
Bayang-bayangmu yang maya telah merembes di titik sukmaku.
Namun bingkai ruhmu hanya hiasan yang tergeletak.
Bukan tuk kudekap.
Sampan Tuhan tlah meraihku.
Maka kulepaskan rasa tak bernama ini di jantungmu.
Hingga detik yang lalu ku kan lupa, bahwa kau pernah menjadi sajak di hatiku.